Nama Latin dari Tomcat adalah Paederus. Serangga yang masih bagian dari
keluarga serangga Staphylinidae ini memiliki tubuh yang berukuran seperti
rayap, dengan ekor tajam seperti kalajengking.Paederus mampu menyebarkan toxin yang menyebabkan iritasi kulit paederus
dermatitis. Belum diketahui darimana asalnya sebutan Tomcat, namun iritasi
akibat Paederus telah lama melanda berbagai negara. Di beberapa negara, iritasi
ini disebut juga “whiplash dermatitis”, “spider lick”, atau “Nairobi fly
dermatitis”.
Iritasi muncul setelah adanya kontak antara kulit dan pederin, lendir
beracun yang keluar dari tubuh Paederus betina. Lendir ini diproduksi bakteri
endosymbiont, diduga kuat masih bagian dari spesies Pseudomonas.Paederus dermatitis, iritasi kulit akibat Paederus juga disebut sebagai
dermatitis linearis karena lazimnya menimbulkan ruam merah berbentuk garis
lurus. Bentuk garis ini muncul karena banyak orang secara spontan menggaruk
atau menggosok kulit setelah dihinggapi Paederus. Dalam waktu 12-36 jam, kulit
akan mengalami peradangan yang lama-kelamaan mulai melepuh. Iritasi ini
lazimnya berlangsung selama 2-3 minggu. Iritasi ini dapat menular dengan mudah, cukup bersentuhan dengan kulit yang
terkena iritasi. Untuk mencegahnya, hindari menyentuh kulit pengidap paederus
dermatitis yang mengalami iritasi.
Racun tomcat memang bikin
korbannya menderita, namun tidak sampai mematikan. Bahkan tidak seganas racun
ular kobra, sebagaimana digembar-gemborkan berbagai media massa. Apalagi racun
yang dikeluarkan dari serangga bertubuh imut-imut ini, dosisnya
terbilang kecil. "Racun tomcat tidak lebih berbahaya dibanding racun ular
kobra, karena racun dalam tomcat hanya bersifat lokal, bukan seperti racun
kobra yang menyebabkan kerusakan syaraf," jelas Hari Sutrisno, dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebagaimana dilaporkan reporter Gatranews,
Wahyu Setiadi.
Hari menepis pemberitaan media
yang terkesan menakut-nakuti masyarakat. Ia menyebutkan, binatang beracun
dikelompokkan dalam binatang beracun aktif dan beracun pasif. "Beracun
aktif adalah binatang yang memiliki kelenjar racun dan memiliki alat untuk
menyuntikkan racunnya, misalnya lebah, kalajengking, laba-laba, dan kobra.
Sedangkan binatang beracun pasif adalah binatang yang memiliki kelenjar racun,
tetapi tidak memiliki alat ekskresi untuk menyuntikkan racun, seperti kumbang
tomcat, luwing, atau kaki seribu," ujarnya, dalam acara konferensi pers
“Fenomena Serangga Tomcat”, di Jakarta, Senin (26/3).
Dijelaskannya, kumbang tomcat
hanya menyimpan racun di dalam tubuhnya. Nah, racun ini keluar hanya bila tubuh
tomcat tergencet, semisal saat menempel di kulit, secara spontan ditepuk. Racun
dalam tomcat atau disebut paederin ini, dapat menyebabkan kulit luka dan
terbakar.
“Jika terkena gigitan serangga
ini, usahakan jangan digaruk. Racun atau toksin dari sengatannya bisa menyebar
lewat kulit. Segera cuci dengan sabun lalu berikan salep kulit,” saran dr.
Lilis Wijaya, Kepala Divisi Pelayanan Sosial dan Kesehatan Markas Pusat PMI,
dalam siaran pers PMI, Kamis (22/3), di Jakarta. Dokter Lilis memberikan tips
pertolongan pertama jika terkena racun tomcat. Menurutnya, jika kena serangga
ini, cuci kulit yang terkena gigitan dengan air sabun untuk menetralisir racun.
Pengobatan tambahan bisa dilakukan dengan mengoleskan salep kulit
Hydrocortisone 1%, salep Betametasone, dan antibiotik Neomycin Sulfat 3 kali
sehari, atau dengan salep Acyclovir 5%. Selain itu, kata Lilis, bila
timbul infeksi sekunder, jangan sampai terjadi luka, karena kuman akan masuk.
Juga jangan menggaruk luka kendati terasa gatal, karena racun bisa berpindah ke
bagian lain kulit. "Segera ke dokter jika terkena gigitan serangga ini.
Dengan pengobatan dokter, umumnya luka akan membaik dalam 10 hari hingga 3
minggu," saran dr. Lilis.
Kenapa tomcat secara mendadak booming
dan memasuki permukiman?
Menurut Sarsito Wahono Gaib
Subroto dari Ditjen Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, dalam konferensi pers
“Fenomena Serangga Tomcat”, populasi tomcat meningkat pesat karena bahan
makanannya tersedia cukup banyak, seiring musim panen di berbagai tempat.
Selain itu, juga akibat banyaknya pembangunan kawasan permukiman di bekas sawah
yang menjadi habitat tomcat.
I Wayan Laba dari Balitbang
Kementrian Pertanian, berpendapat, faktor perubahan iklim dan lingkungan yang disertai
angin kencang juga ikut berpengaruh terhadap persebaran tomcat.
Sedangkan, Hari Sutrisno dari
LIPI, menambahkan, ledakan populasi terjadi secara alamiah bila salah satu
komponen mata rantai terputus atau hilang. Hal ini bisa terlihat dari jumlah pemangsa
dan yang dimangsa tidak seimbang. Menurutnya, predator tomcat, seperti kodok,
kadal, dan burung, telah berkurang jumlahnya karena ulah manusia.
Berbagai faktor tersebut
disinyalir menjadi pendorong merebaknya wabah tomcat. Untuk itu, diperlukan
sejumlah pengendalian dan penanganan khusus dalam mengatasi wabah tersebut.
Penanggulangan wabah tomcat yang
dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain meredupkan cahaya lampu di
perumahan, meniup atau mengusirnya dengan kertas ketika menempel di kulit, segera
mencuci dengan sabun bila terkena cairannya, serta penyemprotan dengan
pestisida nabati.
Tomcat masuk ke permukiman karena
tertarik dengan cahaya lampu. Penelitian dari LIPI menyebutkan, masyarakat bisa
melakukan antisipasi dengan menggunakan bohlam biasa. Karena penelitian
menunjukkan, tomcat hanya mendekati lampu yang berbahan merkuri, seperti lampu
neon.
Hari Sutrisno mengungkapkan
perlunya pengendalian jangka panjang agar wabah ini tidak perlu terjadi. “Perlu
dilakukan penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan
bahayanya”. Menurutnya, manfaat tomcat sudah
terbukti, yakni menjaga sawah dari serangan hama wereng batang coklat dan hama
lainnya. Sehingga tomcat ini sudah lama menjadi sahabat petani. Sarsito
menjelaskan, dalam satu hari, seekor kumbang tomcat mampu memangsa 3,58 ekor
wereng batang. Hal ini tentu sangat membantu petani dalam menjaga area
persawahan. Pelepasan predator ini pada tanaman kedelai juga secara nyata dapat
menekan hama perusak daun/polong kedelai.
Karena serangga ini memiliki dua
sisi, yakni manfaat dan bahaya, maka perlu dilakukan sosialisasi menyeluruh,
mengingat sering terjadi informasi-informasi yang salah dan tidak akurat
mengenai peristiwa wabah, sehingga meresahkan masyarakat.
sumber :
http://www.tabloidbintang.com/gaya-hidup/kesehatan/52047-fenomena-tomcat-yang-membuat-geger.html
http://www.gatra.com/kesehatan/73-kesehatan/10547-tomcat-ternyata-tak-seseram-masalah-bbm